Senin, 09 November 2009

Tulisanku

Senyum Orang yang Kusayangi


Aku tak pernah menyangka hidupku akan seeperti ini, dilalui dengan air mata, mungkin bahagiaku tak akan pernah datang. Aku lahir dari keluarga biasa, aku anak ke 3 dari 4 bersaudara. Semua saudaraku laki-laki, hanya aku yang perempuan, kakakku yang pertama adalah laki-laki yang bisa dikatakan bertanggung jawab dan memiliki cita-cita yang tinggi. Kakakku yang kedua orang yang menjalani hidup dengan apa adanya, sedangkan adikku masih terlalu dini menilai dia untuk saat ini.

Kakakku yang pertama sangat mengutamakan pendidikan, hingga ia akhirnya bisa mencapai S2. Ia menikah dengan wanita pilihannya, wanita yang memiliki tingkat pendidikan sama dengan dirinya. Aku tahu kakakku kuliah dengan susah payah atas hasil jerih payahnya, tapi orang tuaku juga selalu memeberi subsidi setiap bulan selama kakakku kuliah S1.

Aku masih ingat dulu kakakku yang satu ini saat dia masih kuliah dan aku berumur 6 tahun dia begitu menyayangi dan memanjakan aku, setiap kali dia pulang dari rutinitasnya, dia selalu menanyakanku dan akan menggendongku. Begitupula saat aku berumur 8-12 tahun, dia tetap menjadikan aku adik kesayangannya. Dia menjadi orang yang ingin aku tiru, dirinya begitu menghargai kedua orangtua, peduli dengan sekitarnya. Ia adalah sosok kakak yang begitu sempurna dan seorang anak yang sangat berbakti terhadap orang tua.

Sekarang semua penilaian itu sangat berbeda, aku tahu sekarang aku bukan anak kecil lagi yang harus digendong oleh kakakku. Setelah ia menikah dengan wanita pilihannya, ia menjauh dariku dan keluargaku. Wanita itu berasal dari keluarga berada dan terpandang. Entah apa yang membuat kakakku berubah seperti sekarang ini, dia hanya memikirkan istrinya dan uang yang dia peroleh. Sehingga aku dan kakakku yang keduapun diajak untuk bekerja dengan mereka, jika bukan keinginan ibu aku tak akan pernah menerima ajakan ini.

Selama tinggal dengan kakak dan kakak iparku, semua dihitung dengan uang. Biayaku tinggal bersama mereka, biaya makanku sehari-hari. Semua diperhitungkan, sedangkan timbal balik dari hasil kerjaku sangat jarang aku terima, hal yang sama juga dialami oleh kakakku yang kedua.

Mungkin jika perlakuan mereka baru seperti ini, aku masih bisa terima. Tapi mereka juga menyakiti perasaan ibu dan bapakku, apalagi ibuku. Beliau sudah lanjut usia, sering sakit-sakitan dan sekarang disakiti oleh anaknya sendiri. Ibuku orang yang begitu sabar dan tabah, walaupun anak sulungnya beserta menantunya sudah sering membuat hati ibu sakit dan menangis, ia tetap mendoakan mereka agar mereka semakin bahagia dan sukses.

Mereka jarang berkunjung ke rumah orang tuaku, bahkan kakak iparku sendiri tidak pernah menginap di rumah orangtuaku. Jarak rumah orang tuaku dan kakakku memang jauh, tapi mereka punya kendaraan pribadi. Pernah suatu ketika, ibu datang ke rumah mereka, hanya untuk berkunjung melihat keadaan mereka. Saat ibu akan pulang, kakakku menyuruh kakakku yang kedua untuk mengantar ibu dengan naik motor. Ibuku yang punya penyakit serius pada pinggang dan kakinya harus duduk di atas motor 1 jam lebih. Kakakku yang kedua tak bisa menerima itu, dari rumah dia tetap membawa ibuku dengan motor. Tapi di jalan dia berhenti dan mampir ke rumah tetangga untuk meminjam uang, setelah mendapat pinjaman, ia segera ke depan untuk mencari taksi. Motor yang di bawa, dititipkan di tetangga. Kenapa dia bisa begitu teganya memperlakukan ibu yang telah mengandung, melahirkan, merawat, membiayai semua keperluannya dan mendoakan setiap malam? Aku tak pernah menyangka kejadian seperti ini terjadi dalam keluargaku.

Selama aku tinggal dengan mereka, aku memiliki tekad bahwa aku harus bisa menjadi orang yang sukses. Aku harus bisa lebih dari mereka, aku harus membahagiakan ibu dan bapakku, kebahagiaan yang selama ini tertunda dan belum tercapai karena kakakku tak ingin melaksanakan perbuatan yang begitu mulia, yaitu membahagiakan kedua orang tuanya di hari tua mereka.

Saat itupun tiba, saat aku diwisuda dan mendapatkan gelar mahasiswa terbaik. Aku melihat kedua orang tuaku tersenyum bahagia, senyum yang tak pernah aku lihat selama ini. Saat ini merka tersenyum untukku, karena kebanggaan yang telah aku berikan. Walaupun aku tinggal dengan kakak dan kakak iparku, tapi aku bekerja dan membiayai kuliahku dari gajiku selama bekerja dengan mereka. Aku bersyukur setelah aku selesai kuliah, banyak tawaran dari perusahaan-peruasahaan yang menginginkan aku bekerja di perusahaan mereka. Bukan menjadi karyawan biasa, melainkan menjadi manajer sebuah jabatan yang banyak diinginkan orang.

Setelah aku bekerja, aku tak tinggal lagi dengan kakak dan kakak iparku. Selama 1 tahun bekerja, akhirnya aku merenovasi rumah orang tuaku. Aku ingin membuat mereka bahagia sebelum semua terlambat.

Setelah 3 tahun bekerja, aku masih bekerja di perusahaan pertamaku, dan sekarang aku menjabat sebagai General Manager. Kedua orang tuaku hidup nyaman di rumah baru mereka, kakakku yang kedua sudah menikah dan sebentar lagi mereka akan memiliki anak. Adikku sekarang kuliah semester 3, dengan semua biaya kuliahnya aku tanggung. Yang paling penting adalah aku telah mengalahkan kesuksesan kakakku yang pertama, sekarang perusahaan kakakku sedang mengalami penurunan, karena para pegawainya banyak yang tak betah bekerja dengan kakakku.

*cerita ini hanya fiktif. Jika ada kesamaan cerita, saya mohon maaf, karena hal tersebut tidak disengaja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar